15.2 C
London
Friday, October 31, 2025

HUT Ke-74, Humas Polri Gelar Diskusi Keteladanan Pendiri Brimob M Jasin

- Advertisement -spot_imgspot_img
- Advertisement -spot_imgspot_img

HUT Ke-74, Humas Polri Gelar Diskusi Keteladanan Pendiri Brimob M Jasin

Divisi Humas Polri menggelar diskusi mengenai keteladanan M Jasin (tangkapan layar)
Jakarta – Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari perjalanan hidup Mohammad Jasin, pendiri Brigade Mobile (Brimob) yang juga dikenal sebagai ‘Bapak Brimob’. Keteladanannya pada masa lampau dapat ditiru oleh seluruh aparat penegak hukum.
Pada hari jadi ke-74, Divisi Humas Polri menggelar diskusi mengenai keteladanan Mohammad Jasin, Kamis (30/10). Hadir sebagai narasumber yakni Sejarawan Lorenzo Youwerissa, Kapuspen Polri Tahun 2001 Komjen (Purn) Didi Widayadi, dosen Universitas Indonesia (UI), serta pengamat sosial dan komunikasi Devie Rahmawati.

Dalam acara tersebut hadir pula para narasumber lain yaitu Penasihat Ahli Kapolri Bidang Media Sosial Rustika Herlambang, Mantan Anggota DPR Johan Budi Sapto Pribowo, dan Aktivis HAM Usman Hamid.

Lorenzo selaku sejarawan mulanya bercerita mengenai momen Jasin membacakan ikrar sebagai Polisi Republik Indonesia pada tahun 1945. Setelah Jepang kalah dari sekutu, terjadi kekosongan pemerintahan di Indonesia.

Pada 19 Agustus 1945, Jasin, yang kala itu menjabat Komandan Pasukan Polisi Istimewa Surabaya, didatangi oleh para pemuda. Ia ditanya, apakah polisi masih berpihak kepada Jepang atau kini membela Indonesia.

“Dari sanalah dari tanggal 20 (Agustus 1945) malam, Pak Jasin mengumpulkan beberapa anggota polisi istimewa yang lain dan keputusan akhirnya adalah membacakan ikrar polisi istimewa adalah Polisi Republik Indonesia (pada) 21 Agustus 1945 jam 7 pagi,” kata Lorenzo.

“Ini adalah merupakan sebuah inisiatif dengan penggunaan diskresi yang tepat. Apa dampaknya? Status hukum yang jelas,” ujarnya.

Di saat yang sama, Jasin juga membina Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP). Jasin beserta anggotanya membina dan melatih badan-badan perjuangan dan pelajar mengenai cara menggunakan senjata.

“Ini menjalin hubungan yang baik dan mengajarkan mereka (para pelajar) bagaimana menjaga Kamtibmas ketika mungkin polisi kekuatannya terbatas hanya 250 orang kala itu,” sambungnya.

Lorenzo menjelaskan diplomasi juga menjadi kekuatan Jasin. Usai kalah dari sekutu, sebagian tentara Jepang masih berada di Indonesia.

Terdengar kabar Belanda dan sekutunya akan kembali ke Indonesia. Jasin kemudian diminta oleh rakyat Indonesia, yang kala itu tak punya senjata api, untuk meminta senjata api kepada otoritas Jepang.

Namun, Jepang khawatir bila rakyat Indonesia diberikan senjata, maka bisa berdampak fatal bagi keselamatan tentara Jepang yang masih tersisa di Indonesia. Dengan kekuatan diplomasinya, Jasin bisa melobi militer Jepang untuk memberikan senjata kepada rakyat Indonesia.

“Sifat-sifat diplomasinya beliau sebenarnya yang bisa meyakinkan Jepang ‘tenang kalian (Jepang) aman, tidak perlu khawatir, saya komandan polisi’. Maka dari itu Pak Jasin bisa memberikan win win solution dari pihak rakyat mendapatkan senjata sesuai dengan keinginan mereka, sementara Jepang yang meminta keamanan dari Pak Jasin, menjamin keamanan,” jelas Lorenzo.

Tak hanya itu, Lorenzo mengatakan Jasin juga pernah menolak kenaikan pangkat dari Presiden Megawati Soekarnoputri. Jasin, kata Lorenzo, tak mau menerima kenaikan pangkat sebelum anak buahnya naik pangkat.

“Dia berpikir ‘kenapa saya harus naik pangkat kalau anak buah saya tidak naik pangkat. Naikkan dulu pangkat anak buah saya, baru saya mau terima’,” tutur Lorenzo menirukan reaksi Jasin.

Dosen UI sekaligus pengamat sosial dan komunikasi, Devie Rahmawati, juga memuji keteladanan Jasin semasa hidupnya. Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari kehidupan Jasin.

“Dari beliau kita belajar komunikasi adalah taktik, bukan pelengkap di medan Surabaya hingga konsolidasi Brimob. Kemenangan bukan hanya soal daya tempur melainkan daya menjelaskan mengapa polisi hadir, apa yang kita lakukan, dan bagaimana rakyat dapat berperan,” ucap Devie.
“Itu bahasa komunikasi komando yang meredakan panik,” lanjutnya.

Karena keahlian komunikasinya, Jasin, terang Devie, memberikan pengalaman yang menyejukkan. Devie mengatakan Jasin bisa menyatukan langkah dan mengundang partisipasi aktif rakyat.

“Kenapa mereka (rakyat) mau partisipasi? karena mereka mereka percaya karena komunikasi yang dilakukan polisi saat itu oleh Pak Jasin,” ujar Devie.

“Menunjukkan polisi yang diwakili Pak Jasin saat itu melewati zamannya. Kini teladan itu makin relevan,” lanjutnya.

Kapuspen Polri 2001, Komjen (purn) Didi Widayadi, mengatakan polisi masa kini perlu meneladani Didi. Polisi, tutur Didi, harus bisa melanjutkan semangat Jasin.

“Tentunya kita harus bisa mengidentifikasi apa nilai-nilai Jasin dengan semangat perjuangan dan justifikasinya mengapa kok (Jasin) dapat nilai-nilai organik, nilai-nilai mendasar itu sampai revolusi,” imbuh Didi.

Sebagai informasi, Mohammad wafat pada 3 Mei 2012 di RS Polri Kramat Jati, Jakarta, dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Atas jasa-jasanya yang luar biasa, Presiden Joko Widodo melalui Keputusan Presiden No. 116/TK/Tahun 2015 menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada M Jasin.

Ia menjadi polisi pertama dalam sejarah Republik Indonesia yang memperoleh gelar tersebut. Penghargaan ini menegaskan perannya sebagai tokoh pejuang, pendiri Brimob, serta sosok polisi teladan yang tidak hanya berjuang di medan tempur, tetapi juga di panggung diplomasi dan kenegaraan.

- Advertisement -spot_imgspot_img
Latest news
- Advertisement -spot_img
Related news
- Advertisement -spot_img